Cinta adalah kata yang tidak habis untuk
dibahas. Cinta merupakan kata yang mempunyai makna konotasi, kata cinta tidak
memiliki makna konstanta dikarenakan perbedaan-perbedaan pengalaman yang
dialami oleh seseorang yang bercinta ria tidak selamanya happy ending,
adakalanya sad ending. Dengan adanya perbedaan-perbedaan pengalaman
tersebut, timbullah pernyataan-pernyataan yang kemudian dijadikan sebagai
definisi sementara. Seseorang yang bercinta ria dengan akhir yang terkadang happy
ending dan ada pula yang berakhir dengan sad ending akan berkata
bahwa;
“Cinta itu buta”
“cinta itu menyakitkan”
“cinta itu seperti hantu”
“Cinta itu seperti pelangi tak bisa
diraba namun mengindahkan hidup”
“Cinta itu “ABSTRAK” karena dengan cinta terkadang
membuat hidup menjadi indah , tetapi juga terkadang cinta membuat sakit”
“Cinta adalah rasa seperti nano-nano
manis asam sepet”
“Cinta itu seperti buah , bagus kulitnya busuk dalamnya”
“Cinta itu seperti metamorphosis”
“Cinta itu manis diujung pahit dipangkal”
“cinta itu seperti guru”
“Cinta itu satu kata penuh makna”
“Cinta itu perasaan manusia yang paling agung”
“Cinta adalah kebutuhan , cinta adalah seni , cinta
adalah cerita indah namun tiada arti “
Pernyataan-pernyataan seperti diatas akan muncul sesuai dengan keadaan
seseorang disaat menjalin hubungan asmara antara dua insan, disaat hubungan
mereka berakhir dengan happy ending, maka tidak jarang mereka akan
berkata bahwa cinta itu indah, cinta itu anugrah dan lain sebagainya. Namun
berbeda dengan seseorang yang mengakhiri hubungan asmaranya dengan sad
ending, maka mereka akan berkata cinta itu buta, cinta itu menyakitkan,
cinta itu kejam dan lain sebagainya. Apakah pernyataan mereka salah..?
pernyataan mereka tidak dapat kita salahkan karena memang kata cinta itu tidak
memiliki makna konstanta (tetap), sehingga disaat menemukan pernyataan atau
pemaknaan atas suatu kata maka kita harus memahami kondisi dan keadaan dari
yang membuat pernyataan tersebut.
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). cinta bermakna “suka
sekali; sayang benar”, “kasih sekali; terpikat (antara laki-laki dan perempuan)”,
“ingin sekali; berharap sekali; rindu”, “susah hati (khawatir); risau”. Berkenaan
dengan tangga cinta merajut mahligai rummah tangga, tentu yang diharapkan
dengan cinta adalah happay ending, cinta yang dapat membangun hubungan dalam
kelurga yang harmonis, saling memahami satu sama lainnya sehingga ada rasa
saling memiliki. Menurut imam Al-ghazali cita itu bermula dari penglihatan
seseorang, dari melihat itulah timbul rasa suka pada diri seseorang dan
kemudian timbul dorongan dalam diri seseorang untuk mengenal lebih jauh lagi
(ingin tahu namanya, rumahnya dimana, anaknya siapa dsb). Dalam merajut
mahligai rumah tangga, rasa cinta yang timbul dari pandangan mata tidak
sepenuhnya membawa kebaikan, karena adakalanya cinta yang timbul karena
pandangan mata itu merupakan tipu muslihat belaka yang diperdaya oleh setan,
hamba Allah yang terkutuk. Maka dari itu perlu adanya tahapan-tahapan dalam
merajut mahligai rumah tangga hingga tercapanya kelurga sakinah mawaddah
warohmah.
Realitas kehidupan yang serba mewah dalam
zaman modern ini menuntut kita untuk selalu waspada dan pintar dalam memahami
dan menyikapi kehidupan. Karena tidak sedikit remaja hari ini (Kids Jaman Now) yang
terjerumus dalam ketidak benaran dalam menjalani kehidupan, jalan yang mereka
tempuh banyak menyimpang dari norma agama, dan hal itu terkadang mereka jalani
dalam keadaan sadar bahwa itu menyimpang dari norma agama, namun mereka
berdalih hal itu adalah sesuatu yang sudah biasa. Dari sikap membiasakan
sesuatu yang sejatinya tidak benar menurut norma agama, maka timbul rasa tidak
percaya diri apabila tidak melakukan atau tidak sama dengan lingkungan mereka
bergaul, sekalipun terkadang membuat hati mereka tidak tenang.
Konsep cinta yang sejatinya salah menurut
norma agama adalah PACARAN sebelum halal, sehingga tidak jarang setelah sampai
pada masanya, masa dimana setelah mereka terjalin dengan ikatan suci (nikah),
hubungan harmonis tidak berlangsung lama karena masa-masa itu sudah berlalu.
Ketika seseorang berpacaran, tentu rasa saling berbagi, saling memiliki, saling
sentuh sama lain akan berlalu, padahal islam sangat menjaga kehormatan manusia,
sesorangan yang belum halal maka tidak boleh dipegang dengan seenaknya, dibawa
dengan seenaknya, apalagi sampai terjadi sesuatu yang tidak baik (zina), oleh
karena itu Islam melarang PACARAN dengan tujuan untuk menjaga kehormatan
manusia, bahwa manusia bukanlah mahluk murahan sebagaimana hewan yang dengan
bebas melakukan hubungan dimanapun mereka inginkan. Demi menjaga kehormatan
manusia inilah perlu kiranya kita memahami bagaimana cara membangun cinta yang
sesuai dengan norama agama. Setidaknya ada lima tangga cinta yang sesuai dengan
tuntunan syariat islam yang dapat kita lakukan dalam merajut mahligai rumah
tangga, demi tercapainya kelurga yang sakinah mawaddah warohmah.
1.
Taaruf (Perkenalan)
Kata
taaruf berasal dari bahasa arab dari asal kata (عَرَفَ) yang artinya “tahu” atau “kenal”, sedangkan kata taaruf (تَعَارَفَ)
dari wazan (تَفَاعَلَ)
mempunyai arti “saling mengenal”. Seperti dalam firman Allah surat al-hujurat
ayat 13;
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ
مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ.
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat;13)
Dari ayat ini Allah menjelaskan bahwasanya, Allah menciptakan
manusia sebagai penghuni bumi terdiri dari laki-laki dan dari perempuan yang
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku dengan tujuan saling mengenal satu sama lain,
sebagaimana peribasa mengatakan “tidak kenal maka tidak sayang”. Oleh karena
itu, Jika kita tertarik kepada seseorang, tidak ada salahnya kita silaturrahim
dengan baik-baik, datang kerumahnya, atau bertanya kepada teman dekatnya, siapa
dia, baik atau tidak, dan untuk lebih meyakinkan diri alangkah baiknya jika
keduanya dapat saling mengenal satu sama lain. Kenapa jika ingin menikahi
seseorang harus taaruf terlebih dahulu.? Dalam islam, hal ini sangat dianjurkan
supaya tidak terjadi penyesalan dikemudian hari, sebagaimana sabda Rasulullah;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله
عليه وسلم قَالَ لِرَجُلٍ تَزَوَّجَ اِمْرَأَةً : أَنَظَرْتَ إِلَيْهَا ? قَالَ :
لَا . قَالَ : اِذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا ) رواه
مُسْلِمْ
Dari
Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah bertanya kepada
seseorang yang akan menikahi seorang wanita: "Apakah engkau telah
melihatnya?" Ia menjawab: Belum. Beliau bersabda: "Pergi
dan lihatlah dia." (HR. Muslim)
Dari hadits ini Rasulullah sangat menyarankan kepada sahabat yang
ingin menikah supaya melihatnya terlebih dahulu atau taaruf, hal ini bertujuan
supaya tidak ada penyesalan dikemudian hari. Dengan peroses taaruf atau melihat
calon istri, diharapkan timbul rasa cinta yang sebenarnya, bukan hanya sebatas
cinta yang terucapa dari lisan belaka. Rasa suka yang ditimbulkan dengan
melihat seseorang karena kecantikan atau ketapanannya, tidak selamanya menjadi
tolak ukur terhadap hati seseorang yang kemudian tumbuh rasa cinta yang tulus
yang dapat membawa kedamaian dalam merajut mahligai rumah tangga, karena
terkadang semua itu hanyalah tipu muslihat setan dari sudut pandang manusia.
Maka dari itu diperlukan langkah berikutnya yaitu “istikharah” untuk lebih
meyakinkan hati kita, apakah sudah benar-benar yakin bahwa dia adalah pilihan
yang tepat untuk dibawa menuju mahligai rumah tangga.
2.
Istikharah
(Memilih)
Dalam KBB (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Istikharah
adalah : “sholat sunah mohon ditunjukkan pilihan yang benar”. Kata istikharah berasal
dari bahasa arab yang secara bahasa “bermakna memohon petunjuk atau meminta
pilihan”, sedangkan menurut istilah fiqhi adalah ; طَلَبَ خَيْرًا الْاَمْرَيْنِ لِمَنْ اِحْتَاجُ اِلىٰ اَحَدِ هِمَا “memilih yang terbaik
dari dua perkara” yang dilakukan dengan cara sholat dua rakaat.
Disaat seseorang mengalami kesulitan atau
mendapatkan keraguan dalam menentukan suatu pilihan dari dua permasalahan, maka
disunnahkan untuk melaksanakan sholat istikharah, sebagaimana sabda Rasulullah;
عن جابر بن عبد الله رضي الله عنه قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعلمنا
الاستخارة في الامور كلها كما يعلمنا السورة من القران. يقول: اذا هم
احدكم بالامر فليركع ركعتين من غير الفريضة ثم ليقل. رواه البخاري
Dari Jabir ibn Abdillah radiallahu `anhu dia berkata. Rasulullah
shollallahu `alaihi wasallam, mengajari kami shalat istikharah dalam setiap
perkara yang kami hadapi, sebagaimana beliau mengajarkan kami surah dari
al-quran. Beliau bersabda : “Jika salah seorang di antara kalian berniat
dalam suatu urusan, maka lakukanlah shalat dua rakaat yang bukan shalat wajib,
kemudian berdoalah” (HR. Bukhari).
Tujuan dari shalat istikhrah ialah untuk
mendapatkan pilihan yang terbaik, pilihan yang ketika kita memutuskan untuk
melaksanakan perkara tersebut kita dapat menyakinkan diri kita bahwa pilihan
yang kita pilih memang benar-benar yang terbaik dan dapat membawa kebaikan
dimasa yang akan datang.
Shalat istikharah sangat membantu
seseoarang dalam memilih dan menentukan calon suami atau calon istri yang
terbaik untuk dibawa menuju mahligai rumah tangga. Dengan istikharah kita dapat
menentukan piliihan kita, dari istikharah inilah hati kita akan menemukan
jawaban dari keragu-raguan sekalipun dua pilihan itu tetap ada dalam benak
pikiran kita, namun pilihan yang harus dipilih adalah satu dari keduanya yang
membuat hati kecil kita yakin dan tenang dengan perkara tersebut, karena ketika
perkara tersebut membuat hati kita yakin dan tenang, makan itulah insya
Allah yang terbaik bagi kita. Sebagaimana sabda Rasullullah;
عن النواس بن سمعان رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال " اَلْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِيْ نَفْسِكَ وَكَرِهْتَ
أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ " رواه مسلم ..
Dari An-Nawas
bin Sam'an radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau
bersabda: “Kebajikan itu keluhuran akhlaq sedangkan dosa adalah apa-apa yang
dirimu merasa ragu-ragu dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya”. (HR.
Muslim).
وعن وابصة بن مَعبد رضي الله عنه قال أتيت رسول الله صلى الله عليه
وسلم فقال " جِئْتَ تَسْأَلُ عَنِ الْبِرِّ؟ " قلتُ : نَعَمْ قال "
اِسْتَفْتِ قَلْبَكَ, اَلْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ
إِلَيْهِ الْقَلْبُ, وَاْلِإثْمُ مَا حَاكَ فِي النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ
وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأفْتَوْكَ " حديث حسن رويناه في مسندي الإمامين
أحمد بن حنبل والدرامي بإسناد حسن
Dan dari
Wabishah bin Ma’bad radhiyallahu anhu, ia berkata : “Aku telah datang kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, lalu beliau bersabda : ‘Apakah engkau
datang untuk bertanya tentang kebajikan ?’ Aku menjawab : ‘Benar’. Beliau
bersabda : ‘Mintalah fatwa dari hatimu. Kebajikan itu adalah apa-apa yang
menentramkan jiwa dan menenangkan hati dan dosa itu adalah apa-apa yang
meragukan jiwa dan meresahkan hati, walaupun orang-orang memberikan fatwa
kepadamu dan mereka membenarkannya”. (HR. Imam Ahmad bin Hanbal dan
Ad-Darimi, Hadits hasan).
Menggapai kebaikan tentu tidak semudah
membalikkan telapak tangan, kebaikan tidak mungkin kita dapat dengan bersantai
ria, pasti akan ada banyak rintangan yang akan menghalangi kita dalam
mendapatkan kebaikan itu. Manusia seperti kita tidaklah sama dengan Nabi dengan
keistimewaannya, kita sebagai manusia biasa yang penuh dengan kekurangan dan
penuh dengan keterbatasan tentu harus berusaha maksimal untuk mendapatkan
sesuatu yang baik. Oleh karena itu perlu kiranya kita terus membiasakan diri
kita untuk terus melatih diri supaya bisa mendapatkan ketenangan diri, karena
dengan ketenangan diri inilah kita dapat menentukan dengan bijak siapa pilihan
yang baik untuk kita, sekalipun terkadang orang lain tidak sefaham dengan hasil
istikharah yang kita lakukan, namun dengan ketenangan hati kita dapat
memberikan penjelasan kepada mereka, bahwa apa yang kita pilih merupakan
pilihan yang insya Allah baik. Karena itu merupakan keputusan yang kita pilih,
tentunya kita harus berani bertanggung jawab dengan segala resiku yang akan
dihadapi, susah senang harus dilalui sebagai ujian yang dapat menumbuhkan rasa
saling memahami satu sama lain, bukan dihadapi dengan emosi yang dapat
menimbulkan rasa benci yang dapat menimbulkan perpecahan. Maka dari itu,
sangatlah penting bagi kita untuk melakukan istikharah dalam segala urusan yang
kita hadapi, dan istikharah ini merupakan usaha kita dalam menata diri untuk
bersikap bijak dan tenang dalam menghadapi sebuah permasalahan utamanya maslah
dalam keluarga.
3.
Khitbah (Tunangan)
Setelah istikharah telah kita lakukan untuk menentukan pilihan yang
insya Allah pilihan terbaik, maka jika sudah yakin dengan apa yang kita pilih
lanjutkanlah dengan khitbah (bertunangan).
Kata Khitbah berasal dari
bahasa arab خطيبة yang artinya “tunangan”. Dalam
KBBI Kata Khitbah berarti “peminangan kepada
seorang wanita untuk dijadikan istri”. Sedangkan Tunangan
berarti “calon istri atau suami; hasil menunangkan”. Adapun kata lain yang
berkaitan dengan tunangan berdasarkan KBBI adalah;
Tunang-bertunangan yang artinya “bersepakat (biasanya
diumumkan secara resmi atau dinyatakan dihadapan orang banyak) akan menjadi
suami istri; mempunyai tunangan”
Menunangkan artinya “menentukan untuk menjadi calon suami atau calon istri; membuat
menjadi bertunangan”.
Meminang “meminta seorang perempuan (untuk dijadikan istri)”.
Kithbah atau bertunangan bisa dilakukan
sendiri atau dengan meminta bantuan kepada orang lain untuk melakukannya. Meminang
merupakan bentuk keseriusan seseorang laki-laki bahwa dia memang benar-benar
mencintai seorang perempuan dan tidak bermaksud untuk mempermainkannya,
meminang dilakukan dengan cara mendatangi rumah seseorang perempuan yang telah
menjadi pilihan berdasarkan istikharah. Karena seorang perempuan merupakan
tanggung jawab dari walinya (orang tua), maka dari itu seorang laki-laki yang
bermaksud menikahi seorang perempuan harus meminta izin terlebih dahulu kepada
orang tuanya dengan cara bertunangan atau melamar.
Meminang seseorang tentunya dilakukan
apabila seorang laki-laki telah merasa siap lahir dan batin untuk membawa calon
istrinya menuju mahligai rumah tangga, dan meminang seseorang tentunya
dilakukan setelah mereka melakukan tahapan-tahapan sebelumnya yaitu taaruf dan
kemudian istikharah.
Rasulullah SAW bersabda;
وَعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله
عليه وسلم (إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ, فَإِنْ اِسْتَطَاعَ أَنْ
يَنْظُرَ مِنْهَا مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا, فَلْيَفْعَلْ) رَوَاهُ
أَحْمَدُ, وَأَبُو دَاوُدَ, وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ
Dari
Jabir bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila
salah seorang di antara kamu meminang perempuan, jika ia bisa memandang bagian
tubuhnya yang menarik untuk dinikahi, hendaknya ia lakukan." Riwayat
Ahmad dan Abu Dawud dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya. Hadits shahih
menurut Hakim.
وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا يَخْطُبْ بَعْضُكُمْ عَلَى خِطْبَةِ
أَخِيهِ, حَتَّى يَتْرُكَ اَلْخَاطِبُ قَبْلَهُ, أَوْ يَأْذَنَ لَهُ اَلْخَاطِبُ )
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ
Dari
Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Janganlah seseorang di antara kamu melamar seseorang
yang sedang dilamar saudaranya, hingga pelamar pertama meninggalkan atau
mengizinkannya." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari.
Kedua hadits di atas menjelaskan bagaimana cara meminang
seseorang. Hadits yang pertama rasulullah memerintahkan kepada shahabat yang
hendak meminang seseorang supaya melihat terlebih dahulu, sebagaimana
penjelasan sebelumnya sebelum meminang hendaknya taaruf dan dilanjutkan dengan
istikharah. Kapan seorang laki-laki boleh melihat seorang perempuan yang ingin
dijadikan calon istrinya, tentunya pada saat taaruf, dan perlu di fahami bahwa
melihat disini hanyalah sebatas melihat sewajarnya sesuai dengan tuntunan
syariat islam, para ulama sepakat bahwa yang boleh dilihat hanyalah muka dan
kedua telapak tangan sedangkan yang lain dari pada itu merupakan aurat. Tujuan
dari disunnahkannya taaruf (melihat) sebelum meminang tiada lain untuk saling
mengetahui kondisi calon istri dan calon suami, karena yang demikian ini akan
membawa ketenangan bagi keduanya.
Hadits yang ke dua
menunjukkan keharaman meminang (khitbah) pinangan orang lain, yaitu seorang
lelaki meminang seorang wanita dan diterima oleh wanita itu, atau diterima oleh
wali yang telah diizinkan oleh wanita itu untuk menikahkannya, kemudian datang lelaki
lain bermaksud meminang wanita tersebut. Sedangkan jika masih berupa
permintaan, dan belum ada persetujuan dari pihak perempuan maka tidaklah ada
masalah untuk dipinang.
Hikmah diharamkannya
khitbah di atas khitbah orang lain adalah demi menjaga ukhuwah dan rasa saling
mencintai antar sesama muslim, sehingga tidak ada rasa saling membenci dan
terhindar dari terjadinya konflik sosial. Dalam hadits lain, Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Tidaklah halal seorang muslim membeli
barang yang sudah dibeli oleh saudaranya. Dan tidak halal pula seorang muslim
mengkhitbah wanita yang telah dikhitbah oleh saudaranya, kecuali jika ia
membiarkannya (mengizinkannya).” (HR. Muslim).
Meminang bukan
berarti seorang laki-laki diperbolehkan menggauli seorang perempuan yang telah
menjadi pinangannya sebelum janur kuning melengkung. Maka dari itu
berhati-hatilah wahai lelaki, karena dimasa-masa meminang inilah akan banyak
cobaan yang akan dihadapi yang dapat mengakibatkan gagalnya pernikahan, dan
untuk menghindar dari sesuatu yang tidak diinginkan usahakanlah setelah khitbah
untuk segera dilanjutkan menuju kursi pelaminan, yaitu pembuktian tanda cinta
terakhir dengan ikrar setia dalam ikatan yang suci yaitu pernikahan.
4.
Nikah (Ikatan)
Pernikahan
merupakan sebuah perayaan yang sangat sakral dan penuh dengan kebahagiaan,
disinilah dua insan disatukan dalam satu ikatan yang halal dan suci menurut
syariat islam, dengan ikatan pernikahan, yang tidak boleh menjadi boleh, yang
awalnya jika dikerjakan dosa, dengan penikahan menjadi suatu yang luar biasa. Pernikahan
berasal dari bahasa arab dari akar kata nakaha (نَكَحَ) yang artinya adalah “bersetubuh, berkumpul, bersatu”, sedangkan nikah (نِكاَحْ) berarti “ikatan
perkawinan” dalam KBBI kata Nikah mempunyai arti “ikatan (akad) perkawinan yang
dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama”.
Allah
berfirman dalam dalam Al-quran ;
وَأَنْكِحُوا
الأيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ
يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (النور:٣٢)
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan
kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS.
An-nur:32).
Apabila seseorang sudah mampu dan layak
untuk menikah seharusnya dengan segeralah menikah, karena sesungguhnya menikah
itu adalah jalan yang dapat menenangkan hawa nafsu seseorang. Pernikahan
merupakan jalan menuju kehidupan yang baru, yang awalnya hidup sendiri, makan
sendiri, tidur sendiri akhirnya ada yang menemani. Pernikahan tidak semata-mata
dilakukan untuk melampiaskan hawa nafsu ataupun untuk kepentingan duniawi
semata, pernikahan dilaksanakan dengan tujuan untuk mengikuti sunnah Rasul dan
untuk mendapatkan ketenangan diri.
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ لَنَا
رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ ! مَنِ
اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ
, وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ;
فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Abdullah
Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda pada kami: "Wahai generasi muda, barangsiapa di antara
kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan
dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia
dapat mengendalikanmu." (Muttafaq Alaihi).
Seseorang yang sudah mampu untuk menikah
maka segeralah menikah, karena dengan menikah pandangan yang cendrung pada
hal-hal yang kurang baik dapat kita hindari, dan dapat pula meminimalisir
terjadinya zina, bagaimana jika kita masih belum mampu untuk menikah, maka
dengan berpuasa kita dapat menjaga diri dari godaan setan yang durjana. Mampu
menikah bukan hanya sebatas mampu untuk menggauli istri, tapi mampu secara
lahir dalam memberikan kebahagiaan materil (nafkah) dan mampu secara batin
dalam memberikan kebahagiaan batin (hubungan biologis), dengan terpenuhinya
kebutuhan lahir dan batin, maka ketenangan yang diharapkan dapat tercipta dalam
rumah kecil bak surga.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-quran ;
وَمِنْ
آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُون. (الروم:٢١)
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berpikir. (QS. Arum : 21)
Jodoh merupakan rezki dari Allah yang
diberikan kepada hambanya, jodoh setiap hamba telah ditetapkan baginya sejak
berada dalam kandungan ibunda saat berumur 4 bulan, dan jodoh itu ditetapkan
dan diciptakan sesuai dengan tipe hambanya supanya ada ketenangan bagi kedua
insan dalam menjalani kehidupan. Jika cangkir kopi ditutup dengan tutup gelas,
pastinya tidak akan ketemu yang namanya keserasian, oleh karena itu harus
ditutup dengan tutup cangkir juga supaya serasi, begitu pula Allah memberikan
jodoh kepada hambanya dengan tujuan supaya mereka mendapatkan ketenangan.
Selain itu Allah menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang diantara keduanya
supaya mereka dapat saling berbagi, saling melengkapi dan saling memahami
antara hak dan kewajiban dalam keluarga, dengan adanya rasa saling memahami
satu sama lain, maka terciptalah komonikasi yang baik yang dapat membentuk
keluarga yang harmonis, keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.
Jika jodoh merupakan ketentuan Allah bagi
hambanya supaya tercipta ketenangan, namun tidak semua pernikahan membawa
ketenangan, tidak sedikit yang berakhir dimeja hijau karena rumah tidak lagi
indah, keharmonisan rumah tangga tidak lagi berbenih, rasa cinta dan kasih
berubah menjadi wabah kebencian, rasa saling memahami luntur dari kehidupan.
Benarkah Allah salah dalam menentukan kebijakan.? “Inna fi dzalika laayatil
liqaumin yatafakkaruun” (Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir). Hanya orang-orang yang
berpikir yang dapat berkata “Rumahku adalah surgaku”. Tidak ada yang salah
dengan kebijakan Allah, namun terkadang manusialah yang serakah, egois, tidak
mau bersyukur atas apa yang Allah berikan. Manusia diberikan kebebasan untuk
mengatur kehidupan rumah tangga, setelah Allah menganugerahkan bidadari dunia
kepada mereka, menata kehidupan dengan rasa cinta dan kasih meupakan setrategi
manusia sesuai dengan kematangan dalam berpikir, hiruk pikuk kehidupan dalam
rumah tangga merupakan seni, cobaan dalam kehidupan rumah tangga merupan
gelombang keindahan yang dapat menumbuhkan kekuatan cinta dan kasih dalam
hidupa bersama. Oleh karena itu, jika istikharah tidak meyakinkan dan tidak membuat
kita tenang, maka janganlah engkau paksakan kehendak syahwat. Seorang laki-laki
dapat menentukan piliihannya, seorang perempuan mempunyai hak untuk menentukan
jawaban.
Rasulullah SAW bersabda ;
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ
اَللَّهُ عَنْهُمَا- ( أَنَّ جَارِيَةً بِكْرًا أَتَتِ النَّبِيَّ صلى الله عليه
وسلم فَذَكَرَتْ: أَنَّ أَبَاهَا زَوَّجَهَا وَهِيَ كَارِهَةٌ , فَخَيَّرَهَا
اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ) رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَأَبُو دَاوُدَ , وَابْنُ
مَاجَهْ
Dari
Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anha. Sesungguhnya
ada seorang gadis menemui Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam lalu bercerita
bahwa ayahnya menikahkannya dengan orang yang tidak ia sukai. Maka Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memberi hak kepadanya untuk memilih. (HR.Riwayat
Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).
Terciptanya kelurga sakinah mawaddah warahmah, tiada lain karena
adanya keserasian antara suami dan istri, saling memahami dan saling
melengkapi. Seorang perempuan yang menjadi objek pinangan seseorang laki-laki
mempunyai hak untuk menentukan jawaban, menerima untuk dipinang atau menolak
pinangan. Kebahagiaan dalam sebuah gubuk kecil tidak hanya mengalir dari
pemimmpin (suami) yang adil, tapi juga dari indahnya cahaya yang bersinar yang dapat
menenangkan sang pemimpin dalam menentukan kebijakan, memberikan motivasi saat
menjalankan kewajiban, mengingatkan saat dalam kesalahan memberikan haknya
kepada istri.
5.
Pacaran
Pacaran berasal dari kata pacar, dalam
KBBI kata Pacar bermakna “teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan
cinta kasih; kekasih”, kata kerja kata pacaran adalah “Berpacaran” yang
bermakna bercintaan; berkasih-kasihan. Dan “Memacari” yang artinya menjadikan
sebagai pacar; mengencani.
Berdasarkan pengertian KBBI dapat kita
fahami bahwa pacaran itu boleh dilkukan setelah adanya ketetapan dari wali
seorang perempuan yaitu melalui peroses pernikahan disaat janur kuning
melengkung, yang merupakan penetapan ikatan suci, yang membolehkan kedua insan
boleh berpacaran. Secara agama laiki-laki diperbolehkan berpacaran dengan
seorang perempuan karena telah dihalalkan oleh walinya melalui pemasrahan dalam
akad nikah yang disaksikan oleh pihak keluarga dan tamu undangan, sedangkan
secara yuridis peroses pernikahan ini akan dicatat oleh pihak yang berwenang
yaitu Kantor Urusan Agama (KUA) untuk dapat dipertanggung jawabkan secara
hukum. Sedangkan apa bila pacaran dilakukan sebelum adanya ikatan yang
menetapkan hubungan kedua insan, tentu itu adalah ketidak benaran dan akan
membawa luka yang mendalam.
Allah berfirman dalam Al-quran ;
وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاَ
Dan
janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Isra`:32)
Pacaran sebelum menikah merupakan kegiatan yang
mendekatkan diri kepada pekerjaan zina, dan zina sebagaimana firman Allah
diatas merupakan sesuatu perbuatan yang keji, sehingga tidak jarang seseorang
yang terlanjur berpacaran sebelum menikah, banyak dari mereka yang terkena luka
karena cinta, galau karena ditinggal begitu saja dengan satu kata saja yaitu
“putus”. seseorang yang melakukannya tentu akan mendapatkan dosa apalagi sampai
bersentuhan selain muhrim. Islam melarang pacaran sebelum menikah bukan berarti
islam mendiskriminasi hak seseorang, akan tetapi islam menjaga kehormatan
seseorang dari perlakuan-perlakuan yang tidak baik.
Disaat janur kunig melengkung, pertanda
pintu telah dibuka oleh sang pujangga. Orang tua dengan senang memasrahkan
anaknya dalam ikatan suci kepada sang pujangga, “aku terima nikahnya siti
nurbaya dengan mahar surah ar-rahman” terucap dari sang pujangga dengan
penuh kesetiaan. Ikatan halal dan suci telah disematkan pada kedua insan dengan
penuh doa dan harapan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.
Janur kuning
melengkung layu kepanasan
Menyambut tamu
undangan
Memohon doa
keberkahan
Ufuk barat kuning
kemirahan
Pertanda malam akan
datang
Malam segera datang
Hati dua mempelai
penuh kebahagiaan
Entah apa yang harus
dilakukan
Keduanya pada
kebingungan
Tatapan mata
bergantian
Saling senyum
kebingungan
Tegur sapa saling
bersautan
Pertanda dua mempelai
mulai BERPACARAN
Keduanya saling
mengulurkan tangan
Hingga saling
berciuman
Malam
yang panjang bak satu kedipan
Subhanallah ………
Cinta bukanlah retorika yang hanya terucap
begitu saja, cinta membutuhkan bukti nyata guna mencapai puncak kesetiaan yang
sesungguhnya. Pacaran adalah bagian dari pembuktian cinta, namun harus
dilakukan setelah janur kuning melengkung yang menjadi saksi bisu kedua
mempelai dalam ikatan suci yang halal. Setelah akad nikah telah dilaksanakan dengan
disaksikan tamu undangan, dua insan memulai perjalanan meniti tangga-tangga
keindahan, betapa berdebarnya hati ini bertemu dengan seseorang yang berbeda
dalam satu ruang yang sunyi, hanya bau harum mewangi yang dapat menemani hati.
Bahagia tapi bingung, begitulah perasaan dua insan dalam kamar, mata saling
bertatapan melihat senyuman yang menggetarkan jiwa, inikah yang dinamakan
indahnya pacaran setelah menikah, dengan rasa malu tapi mau, keduanya saling
mengulurkan tangan supaya dapat berpegangan hingga berciuman. Keindahan dan
kenikmatan tidak dapat terbayangkan oleh kedua insan yang berpacaran dalam
ikatan yang halal, malam yang panjang serasa hanya berlalu dalam satu kedipan
saja. Subhanallah….. Betapa Indahnya Pacaran Setelah Menikah…..
Cinta itu datang disaat mata ini memandang
yang kemudian tumbuh rasa suka atau senang dalam sanubari seseorang, cinta
tidak dapat dipaksakan, cinta akan mengalir begitu saja disaat adanya
keterikatan dalam hati, bagaikan air yang mengalir dari hulu kehilir. Cinta
sejati tidaklah mudah untuk diraih, cinta sejati akan hadir dan dapat
dipertahankan hanya dengan usaha untuk saling memahami dan saling melengkapi
yang dibuktikan dengan pengorbanan diri. Namun berhati-hatilah dengan cinta,
karena cinta bukanlah suatu benda yang dapat digenggam begitu saja, cinta
adalah anugrah Tuhan yang paling mulia yang harus dijaga seutuhnya. Mahligai
rumah tangga adalah bagian dari gubuk kecil untuk membangun rasa cinta,
indahnya rumah tangga tidak lepas dari cinta yang tertanam dalam sanubari yang
saling memancarkan cahaya-cahaya ilahi dari dua insan yang sadar.
Untuk menggapai mahligai rumah tangga dibutuhkan
tangga-tangga cinta demi tercapainya ketenangan jiwa. Tangga yang pertama
dengan Taaruf, yaitu usaha untuk saling mengenal satu sama lain supaya
tidak ada penyesalan dikemudian hari. Tangga selanjutnya adalah Istikharah, peroses
untuk meyakinkan diri bahwa calon pendamping hidup yang dapat kita bawa menuju
mahligai rumah tangga adalah dia dengan cara berdoa (shalat istikharah),
temukan cinta dalam istikharah. Tangga ketiga adalah Kithbah, disaat
hati ini telah menemukan cinta dalam istikharah, lampu hijau harus menyala
dalam pinangan yang penuh rasa bahagia, dengan harapan dapat berlanjut menuju
pelaminan yaitu per-Nikah-an yang merupakan tangga ke-empat. Disaat
janur kuning melengkung, pertanda bahwa dua insan telah disatukan dalam ikatan
suci yang halal yaitu pernikahan, dua mempelai mulai bersautan, saling menyapa,
saling mengulurkan tangan hingga berciuman, waktu yang panjang serasa hanya dalam
kedipan, itulah Pacaran yang merupakan puncak tangga cinta menuju
mahligai rumah tangga yang Sakina Mawaddah Warahmah, Barakallahu Laka
Wabaraka Alailaika. Wallahu A`lamu Bimuradihi…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar