Sabtu, 24 Februari 2018

Tangga Cinta Merajut Mahligai Rumah Tangga



Cinta adalah kata yang tidak habis untuk dibahas. Cinta merupakan kata yang mempunyai makna konotasi, kata cinta tidak memiliki makna konstanta dikarenakan perbedaan-perbedaan pengalaman yang dialami oleh seseorang yang bercinta ria tidak selamanya happy ending, adakalanya sad ending. Dengan adanya perbedaan-perbedaan pengalaman tersebut, timbullah pernyataan-pernyataan yang kemudian dijadikan sebagai definisi sementara. Seseorang yang bercinta ria dengan akhir yang terkadang happy ending dan ada pula yang berakhir dengan sad ending akan berkata bahwa;
“Cinta itu buta”
“cinta itu menyakitkan”
cinta itu seperti hantu
Cinta itu seperti pelangi tak bisa diraba namun mengindahkan hidup
Cinta itu “ABSTRAK” karena dengan cinta terkadang membuat hidup menjadi indah , tetapi juga terkadang cinta membuat sakit
Cinta adalah rasa seperti nano-nano manis asam sepet
Cinta itu seperti buah , bagus kulitnya busuk dalamnya”
Cinta itu seperti metamorphosis”
Cinta itu manis diujung pahit dipangkal”
cinta itu seperti guru
Cinta itu satu kata penuh makna
“Cinta itu perasaan manusia yang paling agung
Cinta adalah kebutuhan , cinta adalah seni , cinta adalah cerita indah namun tiada arti “
Pernyataan-pernyataan seperti diatas akan muncul sesuai dengan keadaan seseorang disaat menjalin hubungan asmara antara dua insan, disaat hubungan mereka berakhir dengan happy ending, maka tidak jarang mereka akan berkata bahwa cinta itu indah, cinta itu anugrah dan lain sebagainya. Namun berbeda dengan seseorang yang mengakhiri hubungan asmaranya dengan sad ending, maka mereka akan berkata cinta itu buta, cinta itu menyakitkan, cinta itu kejam dan lain sebagainya. Apakah pernyataan mereka salah..? pernyataan mereka tidak dapat kita salahkan karena memang kata cinta itu tidak memiliki makna konstanta (tetap), sehingga disaat menemukan pernyataan atau pemaknaan atas suatu kata maka kita harus memahami kondisi dan keadaan dari yang membuat pernyataan tersebut.
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). cinta bermakna “suka sekali; sayang benar”, “kasih sekali; terpikat (antara laki-laki dan perempuan)”, “ingin sekali; berharap sekali; rindu”, “susah hati (khawatir); risau”. Berkenaan dengan tangga cinta merajut mahligai rummah tangga, tentu yang diharapkan dengan cinta adalah happay ending, cinta yang dapat membangun hubungan dalam kelurga yang harmonis, saling memahami satu sama lainnya sehingga ada rasa saling memiliki. Menurut imam Al-ghazali cita itu bermula dari penglihatan seseorang, dari melihat itulah timbul rasa suka pada diri seseorang dan kemudian timbul dorongan dalam diri seseorang untuk mengenal lebih jauh lagi (ingin tahu namanya, rumahnya dimana, anaknya siapa dsb). Dalam merajut mahligai rumah tangga, rasa cinta yang timbul dari pandangan mata tidak sepenuhnya membawa kebaikan, karena adakalanya cinta yang timbul karena pandangan mata itu merupakan tipu muslihat belaka yang diperdaya oleh setan, hamba Allah yang terkutuk. Maka dari itu perlu adanya tahapan-tahapan dalam merajut mahligai rumah tangga hingga tercapanya kelurga sakinah mawaddah warohmah.
Realitas kehidupan yang serba mewah dalam zaman modern ini menuntut kita untuk selalu waspada dan pintar dalam memahami dan menyikapi kehidupan. Karena tidak sedikit remaja hari ini (Kids Jaman Now) yang terjerumus dalam ketidak benaran dalam menjalani kehidupan, jalan yang mereka tempuh banyak menyimpang dari norma agama, dan hal itu terkadang mereka jalani dalam keadaan sadar bahwa itu menyimpang dari norma agama, namun mereka berdalih hal itu adalah sesuatu yang sudah biasa. Dari sikap membiasakan sesuatu yang sejatinya tidak benar menurut norma agama, maka timbul rasa tidak percaya diri apabila tidak melakukan atau tidak sama dengan lingkungan mereka bergaul, sekalipun terkadang membuat hati mereka tidak tenang.
Konsep cinta yang sejatinya salah menurut norma agama adalah PACARAN sebelum halal, sehingga tidak jarang setelah sampai pada masanya, masa dimana setelah mereka terjalin dengan ikatan suci (nikah), hubungan harmonis tidak berlangsung lama karena masa-masa itu sudah berlalu. Ketika seseorang berpacaran, tentu rasa saling berbagi, saling memiliki, saling sentuh sama lain akan berlalu, padahal islam sangat menjaga kehormatan manusia, sesorangan yang belum halal maka tidak boleh dipegang dengan seenaknya, dibawa dengan seenaknya, apalagi sampai terjadi sesuatu yang tidak baik (zina), oleh karena itu Islam melarang PACARAN dengan tujuan untuk menjaga kehormatan manusia, bahwa manusia bukanlah mahluk murahan sebagaimana hewan yang dengan bebas melakukan hubungan dimanapun mereka inginkan. Demi menjaga kehormatan manusia inilah perlu kiranya kita memahami bagaimana cara membangun cinta yang sesuai dengan norama agama. Setidaknya ada lima tangga cinta yang sesuai dengan tuntunan syariat islam yang dapat kita lakukan dalam merajut mahligai rumah tangga, demi tercapainya kelurga yang sakinah mawaddah warohmah.
1.   Taaruf (Perkenalan)
Kata taaruf berasal dari bahasa arab dari asal kata (عَرَفَ) yang artinya “tahu” atau “kenal”, sedangkan kata taaruf (تَعَارَفَ) dari wazan (تَفَاعَلَ) mempunyai arti “saling mengenal”. Seperti dalam firman Allah surat al-hujurat ayat 13;
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ.
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat;13)
Dari ayat ini Allah menjelaskan bahwasanya, Allah menciptakan manusia sebagai penghuni bumi terdiri dari laki-laki dan dari perempuan yang berbangsa-bangsa dan bersuku-suku dengan tujuan saling mengenal satu sama lain, sebagaimana peribasa mengatakan “tidak kenal maka tidak sayang”. Oleh karena itu, Jika kita tertarik kepada seseorang, tidak ada salahnya kita silaturrahim dengan baik-baik, datang kerumahnya, atau bertanya kepada teman dekatnya, siapa dia, baik atau tidak, dan untuk lebih meyakinkan diri alangkah baiknya jika keduanya dapat saling mengenal satu sama lain. Kenapa jika ingin menikahi seseorang harus taaruf terlebih dahulu.? Dalam islam, hal ini sangat dianjurkan supaya tidak terjadi penyesalan dikemudian hari, sebagaimana sabda Rasulullah;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ لِرَجُلٍ تَزَوَّجَ اِمْرَأَةً : أَنَظَرْتَ إِلَيْهَا ? قَالَ : لَا . قَالَ : اِذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا )  رواه مُسْلِمْ
Dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah bertanya kepada seseorang yang akan menikahi seorang wanita: "Apakah engkau telah melihatnya?" Ia menjawab: Belum. Beliau bersabda: "Pergi dan lihatlah dia." (HR. Muslim)
Dari hadits ini Rasulullah sangat menyarankan kepada sahabat yang ingin menikah supaya melihatnya terlebih dahulu atau taaruf, hal ini bertujuan supaya tidak ada penyesalan dikemudian hari. Dengan peroses taaruf atau melihat calon istri, diharapkan timbul rasa cinta yang sebenarnya, bukan hanya sebatas cinta yang terucapa dari lisan belaka. Rasa suka yang ditimbulkan dengan melihat seseorang karena kecantikan atau ketapanannya, tidak selamanya menjadi tolak ukur terhadap hati seseorang yang kemudian tumbuh rasa cinta yang tulus yang dapat membawa kedamaian dalam merajut mahligai rumah tangga, karena terkadang semua itu hanyalah tipu muslihat setan dari sudut pandang manusia. Maka dari itu diperlukan langkah berikutnya yaitu “istikharah” untuk lebih meyakinkan hati kita, apakah sudah benar-benar yakin bahwa dia adalah pilihan yang tepat untuk dibawa menuju mahligai rumah tangga.
2.   Istikharah (Memilih)
Dalam KBB (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Istikharah adalah : “sholat sunah mohon ditunjukkan pilihan yang benar”. Kata istikharah berasal dari bahasa arab yang secara bahasa “bermakna memohon petunjuk atau meminta pilihan”, sedangkan menurut istilah fiqhi adalah ; طَلَبَ خَيْرًا الْاَمْرَيْنِ لِمَنْ اِحْتَاجُ اِلىٰ اَحَدِ هِمَا “memilih yang terbaik dari dua perkara” yang dilakukan dengan cara sholat dua rakaat. 
Disaat seseorang mengalami kesulitan atau mendapatkan keraguan dalam menentukan suatu pilihan dari dua permasalahan, maka disunnahkan untuk melaksanakan sholat istikharah, sebagaimana sabda Rasulullah;
عن جابر بن عبد الله رضي الله عنه قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعلمنا الاستخارة في الامور كلها كما يعلمنا السورة من القران. يقول: اذا هم احدكم بالامر فليركع ركعتين من غير الفريضة ثم ليقل. رواه البخاري
Dari Jabir ibn Abdillah radiallahu `anhu dia berkata. Rasulullah shollallahu `alaihi wasallam, mengajari kami shalat istikharah dalam setiap perkara yang kami hadapi, sebagaimana beliau mengajarkan kami surah dari al-quran. Beliau bersabda : “Jika salah seorang di antara kalian berniat dalam suatu urusan, maka lakukanlah shalat dua rakaat yang bukan shalat wajib, kemudian berdoalah” (HR. Bukhari).
Tujuan dari shalat istikhrah ialah untuk mendapatkan pilihan yang terbaik, pilihan yang ketika kita memutuskan untuk melaksanakan perkara tersebut kita dapat menyakinkan diri kita bahwa pilihan yang kita pilih memang benar-benar yang terbaik dan dapat membawa kebaikan dimasa yang akan datang.
Shalat istikharah sangat membantu seseoarang dalam memilih dan menentukan calon suami atau calon istri yang terbaik untuk dibawa menuju mahligai rumah tangga. Dengan istikharah kita dapat menentukan piliihan kita, dari istikharah inilah hati kita akan menemukan jawaban dari keragu-raguan sekalipun dua pilihan itu tetap ada dalam benak pikiran kita, namun pilihan yang harus dipilih adalah satu dari keduanya yang membuat hati kecil kita yakin dan tenang dengan perkara tersebut, karena ketika perkara tersebut membuat hati kita yakin dan tenang, makan itulah insya Allah yang terbaik bagi kita. Sebagaimana sabda Rasullullah;
عن النواس بن سمعان رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال " اَلْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِيْ نَفْسِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ " رواه مسلم ..
Dari An-Nawas bin Sam'an radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda: “Kebajikan itu keluhuran akhlaq sedangkan dosa adalah apa-apa yang dirimu merasa ragu-ragu dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya”. (HR. Muslim).
وعن وابصة بن مَعبد رضي الله عنه قال أتيت رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال " جِئْتَ تَسْأَلُ عَنِ الْبِرِّ؟ " قلتُ : نَعَمْ قال " اِسْتَفْتِ قَلْبَكَ, اَلْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ, وَاْلِإثْمُ مَا حَاكَ فِي النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأفْتَوْكَ " حديث حسن رويناه في مسندي الإمامين أحمد بن حنبل والدرامي بإسناد حسن
Dan dari Wabishah bin Ma’bad radhiyallahu anhu, ia berkata : “Aku telah datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, lalu beliau bersabda : ‘Apakah engkau datang untuk bertanya tentang kebajikan ?’ Aku menjawab : ‘Benar’. Beliau bersabda : ‘Mintalah fatwa dari hatimu. Kebajikan itu adalah apa-apa yang menentramkan jiwa dan menenangkan hati dan dosa itu adalah apa-apa yang meragukan jiwa dan meresahkan hati, walaupun orang-orang memberikan fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya”. (HR. Imam Ahmad bin Hanbal dan Ad-Darimi, Hadits hasan).
Menggapai kebaikan tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan, kebaikan tidak mungkin kita dapat dengan bersantai ria, pasti akan ada banyak rintangan yang akan menghalangi kita dalam mendapatkan kebaikan itu. Manusia seperti kita tidaklah sama dengan Nabi dengan keistimewaannya, kita sebagai manusia biasa yang penuh dengan kekurangan dan penuh dengan keterbatasan tentu harus berusaha maksimal untuk mendapatkan sesuatu yang baik. Oleh karena itu perlu kiranya kita terus membiasakan diri kita untuk terus melatih diri supaya bisa mendapatkan ketenangan diri, karena dengan ketenangan diri inilah kita dapat menentukan dengan bijak siapa pilihan yang baik untuk kita, sekalipun terkadang orang lain tidak sefaham dengan hasil istikharah yang kita lakukan, namun dengan ketenangan hati kita dapat memberikan penjelasan kepada mereka, bahwa apa yang kita pilih merupakan pilihan yang insya Allah baik. Karena itu merupakan keputusan yang kita pilih, tentunya kita harus berani bertanggung jawab dengan segala resiku yang akan dihadapi, susah senang harus dilalui sebagai ujian yang dapat menumbuhkan rasa saling memahami satu sama lain, bukan dihadapi dengan emosi yang dapat menimbulkan rasa benci yang dapat menimbulkan perpecahan. Maka dari itu, sangatlah penting bagi kita untuk melakukan istikharah dalam segala urusan yang kita hadapi, dan istikharah ini merupakan usaha kita dalam menata diri untuk bersikap bijak dan tenang dalam menghadapi sebuah permasalahan utamanya maslah dalam keluarga. 
3.   Khitbah (Tunangan)
Setelah istikharah telah kita lakukan untuk menentukan pilihan yang insya Allah pilihan terbaik, maka jika sudah yakin dengan apa yang kita pilih lanjutkanlah dengan khitbah (bertunangan).  
Kata Khitbah berasal dari bahasa arab خطيبة yang artinya “tunangan”. Dalam KBBI Kata Khitbah berarti “peminangan kepada seorang wanita untuk dijadikan istri”. Sedangkan Tunangan berarti “calon istri atau suami; hasil menunangkan”. Adapun kata lain yang berkaitan dengan tunangan berdasarkan KBBI adalah;
Tunang-bertunangan yang artinya “bersepakat (biasanya diumumkan secara resmi atau dinyatakan dihadapan orang banyak) akan menjadi suami istri; mempunyai tunangan”
Menunangkan artinya “menentukan untuk menjadi calon suami atau calon istri; membuat menjadi bertunangan”.
Meminang “meminta seorang perempuan (untuk dijadikan istri)”.
Kithbah atau bertunangan bisa dilakukan sendiri atau dengan meminta bantuan kepada orang lain untuk melakukannya. Meminang merupakan bentuk keseriusan seseorang laki-laki bahwa dia memang benar-benar mencintai seorang perempuan dan tidak bermaksud untuk mempermainkannya, meminang dilakukan dengan cara mendatangi rumah seseorang perempuan yang telah menjadi pilihan berdasarkan istikharah. Karena seorang perempuan merupakan tanggung jawab dari walinya (orang tua), maka dari itu seorang laki-laki yang bermaksud menikahi seorang perempuan harus meminta izin terlebih dahulu kepada orang tuanya dengan cara bertunangan atau melamar.
Meminang seseorang tentunya dilakukan apabila seorang laki-laki telah merasa siap lahir dan batin untuk membawa calon istrinya menuju mahligai rumah tangga, dan meminang seseorang tentunya dilakukan setelah mereka melakukan tahapan-tahapan sebelumnya yaitu taaruf dan kemudian istikharah.
Rasulullah SAW bersabda;
وَعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم (إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ, فَإِنْ اِسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا, فَلْيَفْعَلْ) رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَأَبُو دَاوُدَ, وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ
Dari Jabir bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila salah seorang di antara kamu meminang perempuan, jika ia bisa memandang bagian tubuhnya yang menarik untuk dinikahi, hendaknya ia lakukan." Riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya. Hadits shahih menurut Hakim.
وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا يَخْطُبْ بَعْضُكُمْ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ, حَتَّى يَتْرُكَ اَلْخَاطِبُ قَبْلَهُ, أَوْ يَأْذَنَ لَهُ اَلْخَاطِبُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah seseorang di antara kamu melamar seseorang yang sedang dilamar saudaranya, hingga pelamar pertama meninggalkan atau mengizinkannya." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari.
Kedua hadits di atas menjelaskan bagaimana cara meminang seseorang. Hadits yang pertama rasulullah memerintahkan kepada shahabat yang hendak meminang seseorang supaya melihat terlebih dahulu, sebagaimana penjelasan sebelumnya sebelum meminang hendaknya taaruf dan dilanjutkan dengan istikharah. Kapan seorang laki-laki boleh melihat seorang perempuan yang ingin dijadikan calon istrinya, tentunya pada saat taaruf, dan perlu di fahami bahwa melihat disini hanyalah sebatas melihat sewajarnya sesuai dengan tuntunan syariat islam, para ulama sepakat bahwa yang boleh dilihat hanyalah muka dan kedua telapak tangan sedangkan yang lain dari pada itu merupakan aurat. Tujuan dari disunnahkannya taaruf (melihat) sebelum meminang tiada lain untuk saling mengetahui kondisi calon istri dan calon suami, karena yang demikian ini akan membawa ketenangan bagi keduanya.
Hadits yang ke dua menunjukkan keharaman meminang (khitbah) pinangan orang lain, yaitu seorang lelaki meminang seorang wanita dan diterima oleh wanita itu, atau diterima oleh wali yang telah diizinkan oleh wanita itu untuk menikahkannya, kemudian datang lelaki lain bermaksud meminang wanita tersebut. Sedangkan jika masih berupa permintaan, dan belum ada persetujuan dari pihak perempuan maka tidaklah ada masalah untuk dipinang.
Hikmah diharamkannya khitbah di atas khitbah orang lain adalah demi menjaga ukhuwah dan rasa saling mencintai antar sesama muslim, sehingga tidak ada rasa saling membenci dan terhindar dari terjadinya konflik sosial. Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Tidaklah halal seorang muslim membeli barang yang sudah dibeli oleh saudaranya. Dan tidak halal pula seorang muslim mengkhitbah wanita yang telah dikhitbah oleh saudaranya, kecuali jika ia membiarkannya (mengizinkannya).” (HR. Muslim).
Meminang bukan berarti seorang laki-laki diperbolehkan menggauli seorang perempuan yang telah menjadi pinangannya sebelum janur kuning melengkung. Maka dari itu berhati-hatilah wahai lelaki, karena dimasa-masa meminang inilah akan banyak cobaan yang akan dihadapi yang dapat mengakibatkan gagalnya pernikahan, dan untuk menghindar dari sesuatu yang tidak diinginkan usahakanlah setelah khitbah untuk segera dilanjutkan menuju kursi pelaminan, yaitu pembuktian tanda cinta terakhir dengan ikrar setia dalam ikatan yang suci yaitu pernikahan.
4.   Nikah (Ikatan)
Pernikahan merupakan sebuah perayaan yang sangat sakral dan penuh dengan kebahagiaan, disinilah dua insan disatukan dalam satu ikatan yang halal dan suci menurut syariat islam, dengan ikatan pernikahan, yang tidak boleh menjadi boleh, yang awalnya jika dikerjakan dosa, dengan penikahan menjadi suatu yang luar biasa. Pernikahan berasal dari bahasa arab dari akar kata nakaha (نَكَحَ) yang artinya adalah “bersetubuh, berkumpul, bersatu”, sedangkan nikah (نِكاَحْ)  berarti “ikatan perkawinan” dalam KBBI kata Nikah mempunyai arti “ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama”.
Allah berfirman dalam dalam Al-quran ;
وَأَنْكِحُوا الأيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ  (النور:٣٢)
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. An-nur:32).
Apabila seseorang sudah mampu dan layak untuk menikah seharusnya dengan segeralah menikah, karena sesungguhnya menikah itu adalah jalan yang dapat menenangkan hawa nafsu seseorang. Pernikahan merupakan jalan menuju kehidupan yang baru, yang awalnya hidup sendiri, makan sendiri, tidur sendiri akhirnya ada yang menemani. Pernikahan tidak semata-mata dilakukan untuk melampiaskan hawa nafsu ataupun untuk kepentingan duniawi semata, pernikahan dilaksanakan dengan tujuan untuk mengikuti sunnah Rasul dan untuk mendapatkan ketenangan diri.
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ لَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ , وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda pada kami: "Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu." (Muttafaq Alaihi).
Seseorang yang sudah mampu untuk menikah maka segeralah menikah, karena dengan menikah pandangan yang cendrung pada hal-hal yang kurang baik dapat kita hindari, dan dapat pula meminimalisir terjadinya zina, bagaimana jika kita masih belum mampu untuk menikah, maka dengan berpuasa kita dapat menjaga diri dari godaan setan yang durjana. Mampu menikah bukan hanya sebatas mampu untuk menggauli istri, tapi mampu secara lahir dalam memberikan kebahagiaan materil (nafkah) dan mampu secara batin dalam memberikan kebahagiaan batin (hubungan biologis), dengan terpenuhinya kebutuhan lahir dan batin, maka ketenangan yang diharapkan dapat tercipta dalam rumah kecil bak surga.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-quran ;
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُون. (الروم:٢١)
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.  (QS. Arum : 21)
Jodoh merupakan rezki dari Allah yang diberikan kepada hambanya, jodoh setiap hamba telah ditetapkan baginya sejak berada dalam kandungan ibunda saat berumur 4 bulan, dan jodoh itu ditetapkan dan diciptakan sesuai dengan tipe hambanya supanya ada ketenangan bagi kedua insan dalam menjalani kehidupan. Jika cangkir kopi ditutup dengan tutup gelas, pastinya tidak akan ketemu yang namanya keserasian, oleh karena itu harus ditutup dengan tutup cangkir juga supaya serasi, begitu pula Allah memberikan jodoh kepada hambanya dengan tujuan supaya mereka mendapatkan ketenangan. Selain itu Allah menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang diantara keduanya supaya mereka dapat saling berbagi, saling melengkapi dan saling memahami antara hak dan kewajiban dalam keluarga, dengan adanya rasa saling memahami satu sama lain, maka terciptalah komonikasi yang baik yang dapat membentuk keluarga yang harmonis, keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.
Jika jodoh merupakan ketentuan Allah bagi hambanya supaya tercipta ketenangan, namun tidak semua pernikahan membawa ketenangan, tidak sedikit yang berakhir dimeja hijau karena rumah tidak lagi indah, keharmonisan rumah tangga tidak lagi berbenih, rasa cinta dan kasih berubah menjadi wabah kebencian, rasa saling memahami luntur dari kehidupan. Benarkah Allah salah dalam menentukan kebijakan.? “Inna fi dzalika laayatil liqaumin yatafakkaruun” (Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir). Hanya orang-orang yang berpikir yang dapat berkata “Rumahku adalah surgaku”. Tidak ada yang salah dengan kebijakan Allah, namun terkadang manusialah yang serakah, egois, tidak mau bersyukur atas apa yang Allah berikan. Manusia diberikan kebebasan untuk mengatur kehidupan rumah tangga, setelah Allah menganugerahkan bidadari dunia kepada mereka, menata kehidupan dengan rasa cinta dan kasih meupakan setrategi manusia sesuai dengan kematangan dalam berpikir, hiruk pikuk kehidupan dalam rumah tangga merupakan seni, cobaan dalam kehidupan rumah tangga merupan gelombang keindahan yang dapat menumbuhkan kekuatan cinta dan kasih dalam hidupa bersama. Oleh karena itu, jika istikharah tidak meyakinkan dan tidak membuat kita tenang, maka janganlah engkau paksakan kehendak syahwat. Seorang laki-laki dapat menentukan piliihannya, seorang perempuan mempunyai hak untuk menentukan jawaban.
Rasulullah SAW bersabda ;
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- ( أَنَّ جَارِيَةً بِكْرًا أَتَتِ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَذَكَرَتْ: أَنَّ أَبَاهَا زَوَّجَهَا وَهِيَ كَارِهَةٌ , فَخَيَّرَهَا اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ) رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَأَبُو دَاوُدَ , وَابْنُ مَاجَهْ
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anha.  Sesungguhnya ada seorang gadis menemui Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam lalu bercerita bahwa ayahnya menikahkannya dengan orang yang tidak ia sukai. Maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memberi hak kepadanya untuk memilih. (HR.Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).
Terciptanya kelurga sakinah mawaddah warahmah, tiada lain karena adanya keserasian antara suami dan istri, saling memahami dan saling melengkapi. Seorang perempuan yang menjadi objek pinangan seseorang laki-laki mempunyai hak untuk menentukan jawaban, menerima untuk dipinang atau menolak pinangan. Kebahagiaan dalam sebuah gubuk kecil tidak hanya mengalir dari pemimmpin (suami) yang adil, tapi juga dari indahnya cahaya yang bersinar yang dapat menenangkan sang pemimpin dalam menentukan kebijakan, memberikan motivasi saat menjalankan kewajiban, mengingatkan saat dalam kesalahan memberikan haknya kepada istri.
5.   Pacaran
Pacaran berasal dari kata pacar, dalam KBBI kata Pacar bermakna “teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih; kekasih”, kata kerja kata pacaran adalah “Berpacaran” yang bermakna bercintaan; berkasih-kasihan. Dan “Memacari” yang artinya menjadikan sebagai pacar; mengencani.
Berdasarkan pengertian KBBI dapat kita fahami bahwa pacaran itu boleh dilkukan setelah adanya ketetapan dari wali seorang perempuan yaitu melalui peroses pernikahan disaat janur kuning melengkung, yang merupakan penetapan ikatan suci, yang membolehkan kedua insan boleh berpacaran. Secara agama laiki-laki diperbolehkan berpacaran dengan seorang perempuan karena telah dihalalkan oleh walinya melalui pemasrahan dalam akad nikah yang disaksikan oleh pihak keluarga dan tamu undangan, sedangkan secara yuridis peroses pernikahan ini akan dicatat oleh pihak yang berwenang yaitu Kantor Urusan Agama (KUA) untuk dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Sedangkan apa bila pacaran dilakukan sebelum adanya ikatan yang menetapkan hubungan kedua insan, tentu itu adalah ketidak benaran dan akan membawa luka yang mendalam.
Allah berfirman dalam Al-quran ;
وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاَ
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Isra`:32)
Pacaran sebelum menikah merupakan kegiatan yang mendekatkan diri kepada pekerjaan zina, dan zina sebagaimana firman Allah diatas merupakan sesuatu perbuatan yang keji, sehingga tidak jarang seseorang yang terlanjur berpacaran sebelum menikah, banyak dari mereka yang terkena luka karena cinta, galau karena ditinggal begitu saja dengan satu kata saja yaitu “putus”. seseorang yang melakukannya tentu akan mendapatkan dosa apalagi sampai bersentuhan selain muhrim. Islam melarang pacaran sebelum menikah bukan berarti islam mendiskriminasi hak seseorang, akan tetapi islam menjaga kehormatan seseorang dari perlakuan-perlakuan yang tidak baik.
Disaat janur kunig melengkung, pertanda pintu telah dibuka oleh sang pujangga. Orang tua dengan senang memasrahkan anaknya dalam ikatan suci kepada sang pujangga, “aku terima nikahnya siti nurbaya dengan mahar surah ar-rahman” terucap dari sang pujangga dengan penuh kesetiaan. Ikatan halal dan suci telah disematkan pada kedua insan dengan penuh doa dan harapan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.
Janur kuning melengkung layu kepanasan
Menyambut tamu undangan
Memohon doa keberkahan
Ufuk barat kuning kemirahan
Pertanda malam akan datang
Malam segera datang
Hati dua mempelai penuh kebahagiaan
Entah apa yang harus dilakukan
Keduanya pada kebingungan
Tatapan mata bergantian
Saling senyum kebingungan
Tegur sapa saling bersautan
Pertanda dua mempelai mulai BERPACARAN
Keduanya saling mengulurkan tangan
Hingga saling berciuman
Malam yang panjang bak satu kedipan
Subhanallah ………
Cinta bukanlah retorika yang hanya terucap begitu saja, cinta membutuhkan bukti nyata guna mencapai puncak kesetiaan yang sesungguhnya. Pacaran adalah bagian dari pembuktian cinta, namun harus dilakukan setelah janur kuning melengkung yang menjadi saksi bisu kedua mempelai dalam ikatan suci yang halal. Setelah akad nikah telah dilaksanakan dengan disaksikan tamu undangan, dua insan memulai perjalanan meniti tangga-tangga keindahan, betapa berdebarnya hati ini bertemu dengan seseorang yang berbeda dalam satu ruang yang sunyi, hanya bau harum mewangi yang dapat menemani hati. Bahagia tapi bingung, begitulah perasaan dua insan dalam kamar, mata saling bertatapan melihat senyuman yang menggetarkan jiwa, inikah yang dinamakan indahnya pacaran setelah menikah, dengan rasa malu tapi mau, keduanya saling mengulurkan tangan supaya dapat berpegangan hingga berciuman. Keindahan dan kenikmatan tidak dapat terbayangkan oleh kedua insan yang berpacaran dalam ikatan yang halal, malam yang panjang serasa hanya berlalu dalam satu kedipan saja. Subhanallah….. Betapa Indahnya Pacaran Setelah Menikah…..
Cinta itu datang disaat mata ini memandang yang kemudian tumbuh rasa suka atau senang dalam sanubari seseorang, cinta tidak dapat dipaksakan, cinta akan mengalir begitu saja disaat adanya keterikatan dalam hati, bagaikan air yang mengalir dari hulu kehilir. Cinta sejati tidaklah mudah untuk diraih, cinta sejati akan hadir dan dapat dipertahankan hanya dengan usaha untuk saling memahami dan saling melengkapi yang dibuktikan dengan pengorbanan diri. Namun berhati-hatilah dengan cinta, karena cinta bukanlah suatu benda yang dapat digenggam begitu saja, cinta adalah anugrah Tuhan yang paling mulia yang harus dijaga seutuhnya. Mahligai rumah tangga adalah bagian dari gubuk kecil untuk membangun rasa cinta, indahnya rumah tangga tidak lepas dari cinta yang tertanam dalam sanubari yang saling memancarkan cahaya-cahaya ilahi dari dua insan yang sadar.
Untuk menggapai mahligai rumah tangga dibutuhkan tangga-tangga cinta demi tercapainya ketenangan jiwa. Tangga yang pertama dengan Taaruf, yaitu usaha untuk saling mengenal satu sama lain supaya tidak ada penyesalan dikemudian hari. Tangga selanjutnya adalah Istikharah, peroses untuk meyakinkan diri bahwa calon pendamping hidup yang dapat kita bawa menuju mahligai rumah tangga adalah dia dengan cara berdoa (shalat istikharah), temukan cinta dalam istikharah. Tangga ketiga adalah Kithbah, disaat hati ini telah menemukan cinta dalam istikharah, lampu hijau harus menyala dalam pinangan yang penuh rasa bahagia, dengan harapan dapat berlanjut menuju pelaminan yaitu per-Nikah-an yang merupakan tangga ke-empat. Disaat janur kuning melengkung, pertanda bahwa dua insan telah disatukan dalam ikatan suci yang halal yaitu pernikahan, dua mempelai mulai bersautan, saling menyapa, saling mengulurkan tangan hingga berciuman, waktu yang panjang serasa hanya dalam kedipan, itulah Pacaran yang merupakan puncak tangga cinta menuju mahligai rumah tangga yang Sakina Mawaddah Warahmah, Barakallahu Laka Wabaraka Alailaika. Wallahu A`lamu Bimuradihi…..

Tidak ada komentar: